Jumat, 10 Agustus 2012

PESAWAT MATA-MATA MILIK INDONESIA TAK TERDETEKSI RADAR


Teknologi pesawat intai tanpa awak alias unmanned aerial vehicle (UAV), buatan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) tidak bisa dideteksi radar pesawat. Kepala Program Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) BPPT Joko Puwono, mengatakan prototipe pesawat terbang produksinya dijamin tidak terdeteksi radar musuh.

Pasalnya seluruh bahan pesawat terbuat dari komposit murni tidak mengandung unsur metal. Meski begitu, pihaknya menyatakan pesawat intai Wulung, Gagak, Pelatuk, Alap-alap, hingga Slipi, tetap butuh pengembangan dan inovasi untuk menyiasati semakin canggihnya pendeteksian teknologi radar lawan. "Pesawat kami dijamin tidak terdeteksi radar, tapi kalau memuai sedikit karena panas mesin bisa jadi terdeteksi radar. Masih butuh pengembangan," beber Joko kepada Republika, Sabtu (4/2).
Karena pengembangan pesawat intai butuh modal, pihaknya menyarankan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) agar tidak perlu jauh-jauh membeli produk Israel Aerospace Industries (IAI). Selain bisa memperkuat industri pertahanan dalam negeri, lanjut Joko, anggaran pembelian pesawat dapat digunakan untuk inovasi dan pengembangan pesawat intai karya BPPT. Berdasarkan catatan Republika, harga pesawat intai IAI dengan teknologi terbaru rata-rata 6 juta dolar AS atau Rp 54 miliar. Adapun PUNA BPPT hanya menghabiskan anggaran Rp 1,3 miliar per unit.

Memang diakuinya produk Israel lebih canggih, namun kalau pesawat intai BPPT semakin sering diutak-atik maka butuh beberapa tahun untuk mengejar ketertinggalan teknologi. Ini lantaran sumber daya manusia (SDM) BPPT hanya kurang mendapat kesempatan dan pembelajaran sebab Kemenhan maupun user lain tidak pernah mengajak pihaknya untuk mengembangkan pesawat intai terbaru. "Pesawat kami ada yang jenis patroli keamanan di lautan hingga untuk membuat hujan buatan, tinggal dimodernisasi saja," papar Joko.

Berikut spesifikasi PUNA yang dikembangkan BPPT:
BPPT-01A 'Wulung'
Bentangan sayap: 6,36 meter
Panjang : 4,32 meter
Tinggi : 1,32 meter
Berat Take off : 120 kg
'Wulung' cocok untuk misi yang hanya bisa maksimal bila dipantau dari high altitude. Antara lain, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi.


BPPT-01B 'Gagak'
Bentangan sayap: 6,93 meter
Panjang : 4,38 meter
Tinggi : 1,12 meter
Berat Take off : 120 kg
'Gagak' cocok untuk misi pemotretan dari udara pada jangkauan luas.




BPPT-02A 'Pelatuk'
Bentang Sayap: 6,92 meter
Panjang Badan: 4,38 meter
Tinggi : 1,21 meter
Berat Max : 120 kg
Mesin : 24 Hp (single engine)
Material : Komposit/fiberglass
Altitude : 7000 ft
Payload : 20 kg
'Pelatuk' cocok untuk misi pemotretan udara pada area kecil, pengintaian jarak dekat suatu sasaran, pemantauan hutan, pemantauan laut dan pantai.

1 komentar:

  1. Semoga saja Indonesia mampu membuat drone atau pesawat nirawak yang berfungsi untuk pertempuran. Kemandirian alutsista harus segera diwujudkan agar tak tergantung pada alutsista negara lain.

    BalasHapus